Kamis, 28 Juli 2011

Pertanrungan Pilot Lokal Vs Pilot Asing

Skytrax, situs pemeringkatan penerbangan terkemuka, pada tahun 2010, memberi Garuda Indonesia penghargaan bintang empat. Setara dengan Air France, Emirates, Etihad Airways, Qantas Airways, dan Japan Airlines.
Garuda pun bermimpi mencapai tingkatan bintang lima Skytrax. Itulah level tertinggi dalam pemeringkatan Skytrax, di mana Singapore Airlines dan Cathay Pacific Airways lebih dulu bercokol di sana. Apa hambatan Garuda? Menurut survei Skytrax, ada pada penguasaan bahasa asing para kru.
Jadi, kapan Garuda dapat menggapai bintang lima? Entah. Sebab kini, Garuda Indonesia—pemenang ”World’s Most Improved Airline 2010” dari Skytrax—menghadapi ancaman mogok para pilotnya.
Dalam jumpa persnya di Hotel Nikko, Jakarta, Jumat (22/7/2011), Asosiasi Pilot Garuda (APG) bahkan menyatakan, tidak lagi memercayai manajemen. Tidak lagi memercayai para pemimpin perusahaan Garuda, yang membukukan laba ratusan miliar rupiah dalam beberapa tahun terakhir.
Ketika direksi Garuda selalu mengagung-agungkan program Quantum Leap, justru para pilot Garuda menuding program itu sebagai akar persoalan kurangnya pilot. Quantum Leap, menurut para pilot Garuda, adalah bentuk ekspansi maskapai tanpa mempertimbangkan pertumbuhan jumlah pilot di dalam negeri setiap tahun.
Defisit pilot, pada akhirnya ditutupi dengan mengontrak sekitar 40 pilot asing. Meski manajemen menegaskan hanya mengontrak pilot asing selama setahun, para pilot di Asosiasi Pilot Garuda tak memercayai kata-kata manajemen.
Mengapa? Karena Garuda terus bertumbuh. Tahun 2011, direncanakan datang 9 unit Boeing 737-800, sementara tahun 2012 Boeing 777-300 ER mulai tiba. Belum lagi, Citilink—maskapai berbiaya rendah Garuda—memesan 25 unit Airbus A320.
Genderang perang sudah ditabuh Asosiasi Pilot Garuda. Tanpa kesetaraan hak antara pilot lokal dan asing, maka pilot Garuda akan mogok terbang yang direncanakan pada hari Kamis (28/7/2011).
Namun, apakah menaikkan gaji pilot lokal setara pilot asing merupakan solusi? Belum tentu. Yang pasti menggerus laba Garuda. Sebab katakanlah dengan disparitas gaji Rp 50 juta per pilot per bulan, maka kenaikan gaji 800-an pilot Garuda butuh ekstra pengeluaran Rp 384 miliar per tahun.
Di negara kepulauan ini, karena penerbangan makin menjadi ”jembatan antarpulau”, ingatlah bahwa maskapai lain juga berekspansi. Tahun ini, Lion Air mendatangkan 16 unit Boeing 737-900 ER, sementara Indonesia AirAsia mendatangkan 30 Airbus A320 sampai tahun 2015.
Jadi, bukan mustahil, dalam beberapa tahun mendatang akan terjadi perselisihan antara maskapai lain dan para pilotnya, karena hadirnya pilot asing. Maka, menjadi penting untuk secepatnya memproduksi pilot di dalam negeri.
Maka, jangan sampai ada lagi keluhan dari sekolah terbang soal keterbatasan slot terbang karena kepadatan penerbangan di bandara atau wilayah udara tertentu. Atau, langkanya avtur untuk menerbangkan pesawat-pesawat latih.
Kelangkaan pilot yang terjadi di hari-hari ini mestinya juga disikapi pemerintah dengan tanggap. Misalnya, tunjuklah 10 dari 171 bandara di Indonesia, khusus untuk pelatihan pilot. Sediakan pesawat-pesawat latih. Dan, seperti Jepang di Perang Dunia II, anggaplah kita hendak perang sehingga butuh banyak pilot. Maka republik ini dapat menjadi ”eksportir” pilot, bukan hanya tenaga kerja tak terdidik. 

Sumber : Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites